takkay.wordpress.com Open in urlscan Pro
192.0.78.13  Public Scan

URL: https://takkay.wordpress.com/
Submission: On November 07 via api from US — Scanned from DE

Form analysis 2 forms found in the DOM

POST https://subscribe.wordpress.com

<form method="post" action="https://subscribe.wordpress.com" accept-charset="utf-8" style="display: none;">
  <div>
    <input type="email" name="email" placeholder="Masukkan alamat email Anda" class="actnbr-email-field" aria-label="Masukkan alamat email Anda">
  </div>
  <input type="hidden" name="action" value="subscribe">
  <input type="hidden" name="blog_id" value="2464752">
  <input type="hidden" name="source" value="https://takkay.wordpress.com/">
  <input type="hidden" name="sub-type" value="actionbar-follow">
  <input type="hidden" id="_wpnonce" name="_wpnonce" value="519393cb5a">
  <div class="actnbr-button-wrap">
    <button type="submit" value="Daftarkan saya"> Daftarkan saya </button>
  </div>
</form>

<form id="jp-carousel-comment-form">
  <label for="jp-carousel-comment-form-comment-field" class="screen-reader-text">Tulis Komentar...</label>
  <textarea name="comment" class="jp-carousel-comment-form-field jp-carousel-comment-form-textarea" id="jp-carousel-comment-form-comment-field" placeholder="Tulis Komentar..."></textarea>
  <div id="jp-carousel-comment-form-submit-and-info-wrapper">
    <div id="jp-carousel-comment-form-commenting-as">
      <fieldset>
        <label for="jp-carousel-comment-form-email-field">Surel (Wajib)</label>
        <input type="text" name="email" class="jp-carousel-comment-form-field jp-carousel-comment-form-text-field" id="jp-carousel-comment-form-email-field">
      </fieldset>
      <fieldset>
        <label for="jp-carousel-comment-form-author-field">Nama (Wajib)</label>
        <input type="text" name="author" class="jp-carousel-comment-form-field jp-carousel-comment-form-text-field" id="jp-carousel-comment-form-author-field">
      </fieldset>
      <fieldset>
        <label for="jp-carousel-comment-form-url-field">Situs web</label>
        <input type="text" name="url" class="jp-carousel-comment-form-field jp-carousel-comment-form-text-field" id="jp-carousel-comment-form-url-field">
      </fieldset>
    </div>
    <input type="submit" name="submit" class="jp-carousel-comment-form-button" id="jp-carousel-comment-form-button-submit" value="Kirim Komentar">
  </div>
</form>

Text Content

CURAHAN PEMIKIRAN

Lanjut ke konten
 * Beranda
 * Tentang Saya


← Pos-pos sebelumnya

15 November, 2015 · 11:24 pm


PEMPEK HAMBAR DI AL-AZHAR

Maka, saya sangat heran malam itu, ketika pempek di belakang masjid Al-Azhar
nyaris tak memberikan rasa.  meski cuko-nya berwarna coklat kental dengan
taburan timun dadu, namun cairan itu lewat begitu saja di kerongkongan tanpa
meninggalkan sedikitpun cita rasa.

Ribuan reseptor pada papila lidah ini kaku tak berdaya. setakberdaya puluhan
milyar sel lainnya pada tubuh ini. dihadapan sebuah senyuman menenangkan
menghanyutkan layaknya candu dari asia tengah. Saya telah menjadi pemilik
tunggal senyuman itu. Maka, apakah yang lebih membahagiakan daripada memilikimu,
Nury Siti Ermawati?

 


 * Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
 * Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 * 

Suka Memuat...

Tinggalkan komentar

Filed under Uncategorized



2 Maret, 2013 · 1:41 pm


MBAK GURU

“Jadi, apa sih yang kamu cari disini? di tempat ini?”

“Pengabdian pada masyarakat. Saya menyebutnya idealisme, tapi banyak orang
menganggapnya klise. Tak apalah dibilang klise. Mungkin terlalu banyak warna lah
yang menyebabkan kita jadi lupa perbedaan hitam dan putih seperti yang tercetak
jelas pada sebuah klise.”

Saya mencoba memahami perkataanya. mencari keterkaitan antara tiga kata kunci:
pengabdian, idealisme dan klise. Kala itu, di tengah kekalutan pikiran akan hal
lain, saya gagal memahami prinsip hidup Mbak Guru. Prinsip hidup sederhana
tentang seorang Mbak Guru yang ingin mengabdikan dirinya pada masyarakat lewat
pendidikan. Meski nyaris tanpa balas jasa setimpal. Beberapa ratus ribu per
bulan tak pernah setara dengan pengabdian Mbak Guru mengajar anak-anak di daerah
terpencil ini.

“Jika hujan turun, jalanan akan becek dan licin. Makanya saya selalu sedia bawa
sepatu AP Boots, topi caping dan jas hujan. Jadi, mau mengajar ke sekolah atau
pun mau ‘mantang balam’ seragamnya sama saja. heheheh…”, Kata Mbak Guru sambil
tertawa renyah memamerkan dereten gigi putihnya yang rapi seperti barisan
tentara angkatan Laut.

Mantang Balam dalam bahasa orang Muara Enim berarti menyadap karet. Setiap pagi
sebelum berangkat ke Sekolah, Mbak Guru menyempatkan diri menyadap karet.
Keluarga Mbak Guru punya berhektar-hektar Kebun Karet yang dikerjakan Mbak Guru
bersama saudara-saudaranya. Getah karet yang dihasilkan dalam seminggu setara
dengan honor mengajar selama setahun. 

“Satu hal yang saya yakini dari dulu, bahwa idealisme akan sangat mudah
digadaikan jika saya lapar. Makanya, saya harus kenyang. harus selalu kenyang.
baru bicara idealisme.” Mata cemerlangnya mengerjap-ngerjap saat mengatakan itu.
Kata kawan saya, orang yang matanya selalu mengerjap-ngerjap saat bicara
biasanya cerdas. Saya tak pernah percaya dengan kawan saya yang matanya memang
selalu mengerjap-ngerjap ketika bicara itu. Tapi untuk kasus Mbak Guru, rasanya
teori kawan saya itu ada benarnya. Mbak Guru adalah lulusan Fakultas Keguruan di
salah satu Kampus terbaik di Republik ini. Cita-cita untuk menjadi Guru sudah
mendarahdaging dalam diri gadis kebun Karet itu sejak masih sekolah. 


 * Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
 * Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 * 

Suka Memuat...

1 Komentar

Filed under mereka



16 Agustus, 2011 · 10:06 pm


BICARA TENTANG PERUBAHAN

Luar biasa rasanya menyaksikan bagaimana hidup membuat lompatan-lompatan
perubahan mencengangkan yang sebelumnya sedetikpun tak pernah terlintas dalam
imajinasi.

Umar bin Khattab tadinya adalah orang nomor satu yang ingin membunuh Nabi
Muhammad SAW. Untaian Ayat-ayat suci dalam Surat Thaha-lah yang menggoncang Umar
dan berbalik menjadi orang nomor satu yang ingin membela Nabi.

Mungkin tak pernah terpikirkan oleh Nazaruddin bahwa suatu saat nasib akan
membawanya menjadi buronan Interpol dan pesakitan KPK.

Selama 30 tahun berkuasa mungkin semalampun Hosni Mubarak tak pernah bermimpi
tentang aksi heroik pemuda-pemuda Mesir menuntut pengunduran dirinya.

Saya tak pernah membayangkan bahwa Kawan main kartu saya dulu, sekarang menjadi
manusia tangguh yang menginspirasi banyak orang, termasuk saya sendiri.

Hidup memperlakukan saya seperti bocah kecil yang penasaran ketika sedikit demi
sedikit Takdir menyingkap lembaran rahasianya. Bocah kecil malang yang takjub
dengan dengan Mahakarya rahasia takdir dan selalu bertanya-tanya perubahan macam
apa lagi yang tertulis dalam lembaran berikutnya.
Katanya, setiap detik adalah perubahan. Pertanyaannya adalah, perubahan macam
apa yang akan terjadi pada detik berikutnya. Positifkah atau negatifkah? Namun
bagi saya, Life must go on. Hidup tetap berjalan. Harus berjalan. Jadi, nikmati
saja seperti Abang tukang becak berikut:



 * Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
 * Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 * 

Suka Memuat...

3 Komentar

Filed under Uncategorized



3 Juli, 2011 · 9:22 pm


KISAH NENENG

Kapal itu besar sekali. Tak pernah Neneng melihat kapal sebesar itu sebelumnya.
Bahkan truk pengangkut gula pun bisa masuk ke dalamnya. Rantai-rantainyakokoh
dan gagah. Geladak dan Buritannya luas sekali. Lebih luas daripada empat kali
lapangan voli di kampung sebelah.
Neneng tersenyum dalam hati. Inilah jalanku, batinnya. Tak salah lagi. Kapal
Besar ini hanyalah sebuah awal. Hari-hari kedepan Neneng yakin akan menemukan
lebih banyak lagi hal-hal menakjubkan lainnya.

”Hati-Hati di Jalan!”, Teriak laki-laki berkemeja kotak-kotak di ujung dermaga.
Hari itu, Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Jaket kulit lusuh dipundaknya
terlihat tak selusuh biasanya.
Neneng menoleh. Ah, Aldrin! Laki-laki itu seolah datang diutus Tuhan untuknya.
Dua Minggu lalu di suatu siang yang terik Aldrin datang menghampirinya.
Bercerita banyak tentang Malaysia. Tentang pekerjaan berlimpah dengan gaji yang
berlimpah pula.

”Tak Perlu sekolah tinggi-tinggi. Asal bisa menghitung uang bisalah kau kerja
jadi penjaga toko disana. Gajinya 2000 ringgit sebulan. Kau kalikan saja 3000
rupiah” Jelas Aldrin.

”Kau lihat rumah Pak Badrun di kampung sebelah? Kau pikir darimana dia bisa
membangun rumah begitu bagusnya? Ada parabola, kulkas dan mesin cuci. Itu semua
dari uang kiriman Nunik yang jadi TKW di Malaysia.”
Neneng teringat Nunik, Kawan satu SD-nya dulu. Lebaran tahun lalu Nunik pulang
kampung. Seperti bintang film saja Nunik waktu itu. Rambutnya pirang. Bajunya
modis dan pakai kacamata hitam. Perhiasannya bukan imitasi. Siapa yang tak mau
sukses seperti Nunik.

”Apalagi yang bisa kau lakukan disini Neneng? Pergilah ke Malaysia. Tak perlu
kau risaukan ongkosnya. Aku bisa meminjamimu. Nanti saja kau bayar kalau uangmu
sudah banyak.”

Tak perlu waktu lama bagi Neneng untuk memikirkan tawaran Aldrin. Neneng sudah
sangat bosan dengan kampung sepi yang gersang ini. Tak ada lagi yang bisa
dilakukan lulusan SD seperti Neneng disini. Meski tanpa restu Emak, Neneng
memutuskan untuk tetap berangkat. Dalam hati Neneng bertekad, suatu saat nanti
akan pulang dan membawa banyak uang. Neneng akan membeli sawah dan sapi yang
banyak untuk Emak. Emak tak perlu lagi bekerja keras, karena Neneng akan
membayar orang kampung untuk mengerjakan sawah-sawah mereka.

Suara gaduh petugas kapal yang menyuruh Neneng naik membuyarkan lamunannya.
Dengan langkah mantap Neneng menaiki Kapal. Doa-doa memohon keselamatan tak
henti-hentinya dilafadzkan Neneng. Neneng menoleh sekali lagi ke arah Dermaga.
Aldrin sudah tak ada.

***

Neneng akhirnya diberangkatkan secara ilegal ke Malaysia lewat Batam tanpa satu
pun dokumen resmi. Disekap berhari-hari di Johor bersama pekerja-pekerja migran
lain dari berbagai negara. Tahun-tahun berikutnya dihabiskan Neneng bekerja
berpindah-pindah dari satu majikan ke majikan lain. Tanpa bayaran sepeserpun.
Sangat sering mendapat perlakuan kasar.

Beberapa kali Neneng mencoba kabur, beberapa kali juga Neneng gagal. Kadang
ditemukan lagi oleh Majikannya. Kadang bertemu penipu lain yang menjualnya ke
Majikan lain. Sampai suatu saat seorang wanita paruh baya, entah siapa, berbaik
hati mengantarkan Neneng ke KBRI Kuala Lumpur. Neneng bersama ratusan pekerja
Migran lain masih bertahan mencoba mengais sisa-sisa keadilan yang entah kapan
mereka dapatkan.

***

Neneng adalah satu dari 3 Juta Pekerja Migran Indonesia yang menjadi korban
perdagangan manusia.
Sumber data: http://www.migrantcare.net
Sumber gambar: http://claressagifts.blogspot.com

 * Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
 * Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 * 

Suka Memuat...

3 Komentar

Filed under mereka

Tagged as Calo, Pekerja Migran, Perdagangan Manusia, TKI


24 Agustus, 2009 · 12:39 am


CHOCOLATE GIRL

Perempatan Mampang adalah titik tersibuk disepanjang jalur resmi Kopaja 57
jurusan Blok M – Kampung Rambutan. Sopir yang terburu-buru biasanya lebih
memilih menghindari perempatan itu melalui fly over. Namun konsekuensinya, ada
banyak calon penumpang di sana yang sayang jika dilewati begitu saja.

Seperti lazimnya perempatan sibuk lain di kota ini, Perempatan Mampang juga
menjadi tempat favorit untuk mengais rezeki dengan berbagai macam modus.
Berdagang koran. Menjajakan asongan. Mengamen. Atau sekadar membagikan
amplop-amplop lusuh bertuliskan permohonan bantuan. Yang unik dari Perempatan
Mampang adalah para pengais rezeki di sana didominasi oleh anak kecil umur tujuh
sampai sepuluh tahun. Mereka biasanya membentuk kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari tiga sampai lima orang anak.

Beberapa bulan lalu ketika masih menjalani pendidikan di Pusdiklat Kalibata, aku
adalah penumpang setia Kopaja 57 setiap Minggu sore.

Dan disanalah aku (hampir) selalu melihatnya.

Aku tak kenal gadis itu. Tak tau siapa namanya. Entah darimana asal dan kemana
tujuannya. Yang aku tau, gadis itu selalu naik di Perempatan Mampang. Selalu
memilih tempat duduk persis di belakang sopir (jika kebetulan sedang kosong).
Selalu membawa ransel besar yang terasa kontras sekali dengan postur mungilnya.
Selalu menenteng sebuah bungkusan kecil.

Gadis Coklat.
Demikian aku diam-diam menamainya. Bukan karena kulit sawo matangnya. Juga bukan
karena jaket coklat yang sekali dua kali pernah dipakainya.
Tapi karena bungkusan kecil yang ternyata berisi coklat itu.
Ketika kelompok pengamen cilik beraksi di bis kami, mata gadis itu awas
memperhatikan. Mengkalkulasikan anggota kelompok untuk kemudian membandingkan
dengan persediaan coklat dalam bungkusan kecilnya. Masing-masing anak dapat satu
batang coklat. Beng-beng, Silverqueen ukuran sedang, atau bahkan Cadburry.
Apapun merk yang diberikan, sepertinya coklat itu akan terasa lebih manis
daripada yang seharusnya. Karena diberikan bersama senyuman manis dan (mungkin)
niat yang tulus. Selepas lampu merah Perempatan Matraman, bungkusan kecil itu
(hampir) selalu kosong.

Entah apa niatnya melakukan itu. Mungkin gadis itu adalah anak juragan coklat di
kota ini. Mungkin juga gadis itu punya toko coklat terbesar di negri ini. Atau
mungkin si gadis cuma warga masyarakat biasa yang ingin memberi sesuatu
benar-benar kepada anak-anak pengais rezeki jalanan itu. Semua orang sepertinya
sudah tau bahwa uang yang dihasilkan anak-anak pengais rezeki jalanan itu
bukanlah untuk mereka gunakan sendiri. Selalu ada orang di balik mereka. Entah
itu orangtua. Saudara. Atau preman. Memberikan coklat (dan bukan uang) mungkin
adalah solusi yang tepat untuk berbagi kebahagiaan langsung pada mereka.

Sudah lama aku tidak menumpang Kopaja 57. Sudah cukup lama pula aku melupakan
Gadis Coklat.
Namun saat ini, ketika masalah terasa semakin menumpuk. Ketika semangat masih
terpuruk. Ketika sensitifitas tetap menunduk. Ingatanku kembali padanya. Pada
gadis coklat. Gadis unik yang punya cara unik untuk berbagi.

 * Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
 * Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 * 

Suka Memuat...

7 Komentar

Filed under mereka

Tagged as Anak Jalanan, Berbagi, Coklat, Gadis, Kopaja, Mampang


← Pos-pos sebelumnya



 * TULISAN TERAKHIR
   
   * Pempek Hambar di Al-Azhar
   * Mbak Guru
   * Bicara Tentang Perubahan
   * Kisah Neneng
   * Chocolate Girl
   * Charlie Wilson’s War
   * Elang
   * Wanita Pemandu Wisata
   * Gone Baby Gone
   * The Pursuit of Happyness


 * AWAN KATEGORI
   
   Film mereka Tutorial Uncategorized


 * FAVORIT
   
   * Bicara Film
   * Catatan Dahlan Iskan
   * Forum PHP
   * Kompasiana
   * Nguping Jakarta
   * Nusantara News
   * Priyadi's Place


 * TAUTAN
   
   * Abdullah Latief E Habiby
   * Ainal Iqram
   * Ceria Aufiary
   * Erwin Yulianto
   * Fathelvi Muddaris
   * Fitri Jatmiko
   * Herlambang Aji Kusuma
   * Keluarga Harestya
   * Kurniawan Panji Laksono
   * M. Nourisshafaat Juna Putra
   * Miqdad Azra
   * Muammar Fauzy
   * Muhammad Arif Rahman Isma
   * Nurudin Hanif
   * Wara Nugraha Yogya
   * Yogi Yogaswara
 * 
   
   
   


 * FLICKR PHOTOS
   
   
   Lebih Banyak Foto
 * http://media.transparency.org/maps/cpi2014-470.html
   
   

Curahan Pemikiran ·
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Curahan Pemikiran
Blog di WordPress.com. Tema: Pilcrow.
 * Berlangganan Langganan
    * Curahan Pemikiran
      
      Daftarkan saya
    * Sudah punya akun WordPress.com? Login sekarang.

 * Privasi
 *  * Curahan Pemikiran
    * Sesuaikan
    * Berlangganan Langganan
    * Daftar
    * Masuk
    * Laporkan isi ini
    * Lihat situs dalam Pembaca
    * Kelola langganan
    * Ciutkan bilah ini

 

Memuat Komentar...

 

Tulis Komentar...
Surel (Wajib) Nama (Wajib) Situs web

%d
Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai