flatjourney.wordpress.com Open in urlscan Pro
192.0.78.12  Public Scan

Submitted URL: http://flatjourney.wordpress.com/
Effective URL: https://flatjourney.wordpress.com/
Submission: On June 02 via api from US — Scanned from US

Form analysis 3 forms found in the DOM

POST https://subscribe.wordpress.com

<form method="post" action="https://subscribe.wordpress.com" accept-charset="utf-8" style="display: none;">
  <div>
    <input type="email" name="email" placeholder="Masukkan alamat email Anda" class="actnbr-email-field" aria-label="Masukkan alamat email Anda">
  </div>
  <input type="hidden" name="action" value="subscribe">
  <input type="hidden" name="blog_id" value="73103181">
  <input type="hidden" name="source" value="https://flatjourney.wordpress.com/">
  <input type="hidden" name="sub-type" value="actionbar-follow">
  <input type="hidden" id="_wpnonce" name="_wpnonce" value="46700159a8">
  <div class="actnbr-button-wrap">
    <button type="submit" value="Daftarkan saya"> Daftarkan saya </button>
  </div>
</form>

<form id="jp-carousel-comment-form">
  <label for="jp-carousel-comment-form-comment-field" class="screen-reader-text">Tulis Komentar...</label>
  <textarea name="comment" class="jp-carousel-comment-form-field jp-carousel-comment-form-textarea" id="jp-carousel-comment-form-comment-field" placeholder="Tulis Komentar..."></textarea>
  <div id="jp-carousel-comment-form-submit-and-info-wrapper">
    <div id="jp-carousel-comment-form-commenting-as">
      <fieldset>
        <label for="jp-carousel-comment-form-email-field">Surel (Wajib)</label>
        <input type="text" name="email" class="jp-carousel-comment-form-field jp-carousel-comment-form-text-field" id="jp-carousel-comment-form-email-field">
      </fieldset>
      <fieldset>
        <label for="jp-carousel-comment-form-author-field">Nama (Wajib)</label>
        <input type="text" name="author" class="jp-carousel-comment-form-field jp-carousel-comment-form-text-field" id="jp-carousel-comment-form-author-field">
      </fieldset>
      <fieldset>
        <label for="jp-carousel-comment-form-url-field">Situs web</label>
        <input type="text" name="url" class="jp-carousel-comment-form-field jp-carousel-comment-form-text-field" id="jp-carousel-comment-form-url-field">
      </fieldset>
    </div>
    <input type="submit" name="submit" class="jp-carousel-comment-form-button" id="jp-carousel-comment-form-button-submit" value="Kirim Komentar">
  </div>
</form>

POST

<form method="post">
  <input type="submit" value="Tutup dan terima" class="accept"> Privasi &amp; Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka. <br> Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara
  mengontrol cookie, lihat di sini: <a href="https://automattic.com/cookies/" rel="nofollow">
			Kebijakan Cookie		</a>
</form>

Text Content

Lanjut ke konten


A FLAT JOURNEY

A story reflect one personality, and every story led to a journey

Tutup collapsed
 * Profile
 * Experience
 * Travel
 * A Story



Andalan


ROTARY, VAKSIN DAN POLIO.

Tiga kata ini adalah kombinasi yang menarik dan ingin aku bahas dalam postingan
blog kali ini. Topik yang tiba – tiba muncul di kepalaku ketika membaca sebaran
WhatsApp di handphone Mami yang bertuliskan “Awas, Vaksin haram” dalam
kirimannya. Membuatku shock dan langsung menghapus sebaran yang tidak bermanfaat
itu, serta memastikan adik – adikku mendapatkan vaksinnya dengan baik.

Secara umum, sejak dulu kita sudah paham dengan pentingnya vaksin. Setidaknya
untuk orangtuaku. Walaupun sebenarnya jika di cek lagi, ada banyak dari kita
yang tidak mendapatkan vaksin lengkap atau vaksin yang harus dilakukan lagi
dalam jangka waktu tertentu. Terakhir, aku memenuhi vaksin ku sebelum berangkat
ke Amerika Serikat.

Mendengar bagaimana vaksin menjadi sebuah topik yang harus ditakutkan oleh
masyarakat awan yang diracuni dengan sebuah toxic idea bernama “Haram” dan
“Terbuat dari racun” jujur adalah hal yang sangat menyedihkan. I can’t imagine
what will happened to these kids who didn’t get any vaccine and how they will
survive. Pernah aku baca salah satu cuitan di twitter, “Kenapa gak kita kirim
aja semua anak yang gak kena vaksin ke satu pulau yang sama?” karena saking
kesalnya dengan keputusan banyak orangtua saat ini.

Bayangkan bagaimana keputusan orangtua ini bisa menghancurkan kehidupan anaknya,
dan orang – orang disekitarnya. Memang, pada tahun 2016, MUI telah memberikan
informasi bahwa Polio itu dihalalkan. Di tahun 2018, pada nyatanya, berita
mengenai keharaman vaksin kembali menguak setelah pernyataan MUI mengenai vaksin
MR yang dianggap haram. Dan berikutnya, seluruh vaksin kembali dianggap haram
oleh sebagian lapisan masyarakat yang percaya dengan berita hoax. Bahkan, ada
majalah islam yang tidak “bisa dipercaya” menuliskan bahwa vaksin itu haram dan
menyebutkan bahan – bahan pembuatan vaksin yang sebenarnya tidak masuk
akal. Prostitute’s blood is one of them. 

Dan kemudian aku kepikiran lagi dengan Rotary yang salah satu misinya adalah
sejak tahun 1979 telah berjuang untuk mengakhiri masalah polio. They are close
to end the polio. Sungguh sebuah ironi. I return to my 15 years old self-meeting
a lot of great people out there raising money, share awareness, work hard, give
back and doing what they called as service above self to a mission to end
polio. And there are more than 2.5 billion children received vaccines with the
help of Rotary. 

Dengan beredarnya berita seperti ini, aku berpikir, “Bagaimana bisa Rotarian
diluar sana berusaha keras untuk menyelesaikan masalah polio dan orang – orang
dengan privilege dan kesempatan di Indonesia untuk mendapatkan vaksin (bahkan
gratis) malah percaya dengan keharaman sebuah vaksin?”

Pembaca, I am not a religious person. Dan mungkin para ibu – ibu yang percaya
dengan berita hoax itu merasa, “Kamu tidak punya agama, makanya kamu tidak
peduli,” Well, mungkin ibu – ibu tersebut merasa, “Tidak masalah aku punya anak
yang polio, yang penting tidak haram,”.

Will we ever get that close to end polio? 

Tentu ada banyak orang diluar sana yang bersyukur dengan effort yang dilakukan
orang – orang di Rotary. Tapi, untukku adalah sebuah ironi sesuatu yang
dilakukan orang lain dengan mudah dipatahkan karena sebuah rumor yang didasari
oleh ketidakingintahuan seseorang dalam memilah sebuah bacaan.

Sama seperti melakukan projek Morning Sunshine, aku selalu berpikir, “I don’t
think we can ever clean the whole seawater, nor make people stop making waste,
or throwing their waste to the sea,” Karena disaat satu komunitas bekerja keras
untuk menyelesaikan masalah, akan selalu ada yang memulainya.

Aku yakin 2.5 milyar anak diluar sana mendapatkan vaksin dari Rotary yang
menjadi batu – batu untuk menapaki puncak dimana tidak akan ada lagi anak yang
tidak menerima vaksin.

> Aku yakin usaha yang dilakukan Rotary tidak sia – sia. Begitu juga banyak
> orang diluar sana yang berperang dengan apa yang mereka perjuangkan masing –
> masing.

Namun, aku kasihan dengan orang – orang yang menggunakan privilege yang mereka
punya dalam mengambil keputusan untuk menarik batu – batu itu satu per satu.
Hanya untuk menerima jatuhan batu yang mereka tarik.

Dan lebih kasihan lagi pada kenyataan bahwa vaksin polio menjadi sesuatu yang
“privilege” bagi anak – anak tersebut?

Perjalanan Rotary tentu tidak akan berhenti mengakhiri Polio.

But, will we ever get to end polio?

I hope so. 

Mungkin, ketika algoritma aplikasi berhasil menutup akses masyarakat
dengan hoax. 

Atau ketika semua pikiran orangtua tercerahkan dengan informasi.

> Ada alasan dalam setiap usaha yang dilakukan manusia. People want to be happy,
> so they decided to have children. But what if their decision “kill” their
> children’s hope and future? There is a reason why Rotary wants to fight polio,
> so why would you “fight” polio?
> 
> Satu hal yang aku pahami, kita tidak akan pernah bisa mengembalikkan usia dan
> kondisi seseorang. Untuk saat ini, belum ada obat untuk polio.
> 
> You can only prevent polio, you can’t cure them. For now.

Iklan


Feb 19 2019
Andalan


BE CHILL OR AMBITIOUS STUDENT?

As an exchange student, aku bisa memberi klasifikasi anak exchange menjadi dua
type yang berbeda. The first one, the chill exchange student, diajak mengikuti
kegiatan. Okay. Selalu mengalah sama si ambisius, santai. . Their motto is just
let it go and let it flow. The last one, is the ambitious one. They always want
to stand out, be first and be the one.

Aku sendiri merupakan kelompok campuran chill dan ambisius. Karena pas aku
exchange, too much going on in life. Terkadang zona nyaman membuat aku si
ambisius menjadi siswa yang chill banget. Santai walaupun ada badai salju lewat.
Diajak jalan, okay. Gak jadi jalan, ya okay.

> I don’t want to judge people just because they are this type or that type.
> Menurutku pribadi setiap anak exchange punya ceritanya sendiri dan harus bisa
> menyesuaikan diri. Contohnya ketika aku di suatu situasi dimana aku harus
> berbagi peran. Ya aku berbagi peran. Instead of who being the first and
> second, aku memilih bekerja sama. Seperti saat aku melakukan presentasi di
> depan para calon outbound yang akan berangkat, aku dan kak dhea memilih
> berkoordinasi. I was chill, and she did too.

Gak bisa ngebayangin kalau aku sampai gontok – gontokan sama kak Dhea untuk
memutuskan siapa yang presentasi lebih banyak atau mau nyombongin diri siapa
yang kerja paling banyak.

But be chill isn’t good forever you know.

Ada momen dimana kamu harus menjadi anak exchange yang ambisius. Aku ambisius
untuk menjadi anak exchange yang sukses. Aku ambisius untuk menyanyikan lagu
Indonesia Raya disaat hanya beberapa Negara yang terpilih untuk menyanyikan
national anthemnya. Aku juga ambisius untuk menampilkan budaya Indonesia.

I think everyone been in this situation when they actually need to be chill or
ambitious. Aku saranin percaya diri sendiri, karena diri kita sendiri yang tau
dimana kita harus berada.

Asal jangan menjadi ambisius sepanjang masa yang aku tebak akan membuat anak
exchange lainnya tidak nyaman, atau be super chill exchange student yang membuat
orangtua angkat bingung sendiri. No no!

Jun 17 2017


WHEN READING IS NOT THE ANSWER

Even though I don’t like studying math or science, reading has always been a
part of my life. I remember buying my very first newspaper at third grade after
my parents stop the subscription and I spent literally all of my money for
different newspaper and book. I read Rich Dad Poor Dad in forth grade and
finished all of Tjiptadinata Effendi’s book by the end of that year.

I always thought that reading is the answer to everything. Knowledge is the
ultimate power and it lead me to many roads in my life.

But these days, I feel like it doesn’t work that well. Sometimes, there are
things that you can’t solve by reading a book.

One of it is leadership. I have always been sensitive with this word, probably
because I have never feel like a leader. Continuous failed attempts to be a
leader makes me think that it is not a role I can take. I did a lot of
leadership activities, became a leader of some small projects, but I never feel
like I can influence people around me to be better.

John C. Maxwell said that the main characteristics of a leader is the ability to
make everything happen. But the longer I learn about it, the more I feel my self
unsuitable for it.

I have been a leader for the past two years now for a small team that I treasure
and appreciate a lot. But most of them, I see myself unable to focus and to lead
them to the top. There’s no book that tells me a manual to become someone great
or to lead people to a success business.

When reading is not the answer, I find myself lost in the process.

A book told me that failures is not because of my incompetence.

But I think it is.

Because no book shows me the road I should take.

Experience is the only road that lead me to that.

World, I am trying to be faithful here with the things on my hand.

Hope I don’t slip them.



Jul 26 2021


UNTUK KISAH PENUH WARNA – PENGAJAR JELAJAH NUSA

Throughout my teenager life, I have a lot of experiences with the word
“service”. Rotary taught me the idea of “service above self”, AIESEC taught me
to make “impact” to society, my parents taught me to help people in need. So
naturally, it is a given for me to want to do something involving other people.

A few months ago, I registered myself to Pengajar Jelajah Nusa. It is a long
story and I will share it in another post specifically talking about it. In this
post, I want to talk about what I gain through my experience here as Pengajar
Jelajah Nusa 2019.

Located far in Petiku, Paser, East Kalimantan. It took me hours to arrive there
after one flight, two car rides, one speedboat ride and ketinting ride. I was
carrying my heavy carrier for the first time through the entire rides. At one
time, I was walking from the plane to the airport by myself. I didn’t notice the
rest of my team. But something comes to my mind at that time, “Why would I carry
this heavy bag, experienced a long time on the way and still very excited about
everything?” and was wondering if I will change later on.



This is ketinting. There are seven people in this small boat with six carriers
and a few other things. It was crazy, but fun.

I wasn’t very confident to be Pengajar Jelajah Nusa. I felt like everyone is
very young and very experienced. To be honest, before Pengajar Jelajah Nusa, I
was in a situation where I am about to lose my identity as university student. I
finished all my hectic organization work and experiences. I was focusing on
being adult, at that time with my business growing. And I feel like it shows
through my behavior. I was very awkward, with everything. 



Five of us about to embark our first step as PJN 









During our preparation, I was quite anxious. From my perspective, maybe it was
because of my experience that pressure me. I was one of the university student
and I was already in my second to third year. I used to create a lot of projects
like this. Therefore, I thought I should be okay in doing this. It didn’t work
like that. I see myself lacking a lot, I don’t have any good ideas that I am
satisfy with, I want it to be perfect.

> I want things to be perfect, but I don’t know how to make it happen.

This is the start of my teamwork experience in this occasion. Just at the right
time I feel like I am lacking, someone actually step up as a leader and actually
manage to make everything run smoothly. I am so thankful for it. We threw a lot
of ideas and make sure every decision we made have their purpose. This is when I
actually gain a teamwork experience that is very professional although it wasn’t
in professional setting.

I made a lot of mistakes, with the decision that I made, with my plan, with my
executions. I do not know how to be playful or to connect at children level of
approach. It was awketward, but I think it is a learning experience. Because
back again, I finally become university student again. I was sad and
disappointed with myself a lot, but I learned to lean on other people. For me,
this journey was a healing experience.

Jun 12 2021


LIFE REFLECTION – AIESEC

Today, I am going through sugar cube and letters that I’ve received during my
last two and a half years in college. I’ve received a lot, especially from my
AIESEC experience. This is probably the last thing about AIESEC life that I will
share on my blog.

To be honest, my life in AIESEC was very short. I didn’t have the opportunity to
learn and contribute more to this organization. Maybe because my fellow
AIESEC-er have all become the alumnae this year, so I want to wrap up
everything.

I feel so sorry for not being able to continue my AIESEC journey last year. I
know my predecessor doesn’t mind it, but I still feel bad. After I read their
sugar cube all over again and realized they have confidence in me. It wasn’t
because I don’t want to, I just can’t.

Maybe because I never really read some sugar cube with heart, but I feel so sad
about the fact that I didn’t realize their message. Morning Sunshine 3.0 peeps,
all the OCs, and EPs gave me a lot of trusts



Processed with VSCO with f2 preset
Processed with VSCO with c1 preset



. I always thought people didn’t appreciate me. But maybe, it wasn’t that. Maybe
I read too much into people’s faces. I forgot that people give me a warm hug,
their most concentration when they talk to me, laugh with me.

The project was long. Very long. I looked through my notes during that time and
realized many of my goals were achieved. But some failed too. It is so funny
because everything that I wrote is about my goals in AIESEC.

In AIESEC, I experienced many things. Visited a skyscraper as a visitor, walked
through smelly water, stayed up all night on my way to Bandung, danced once
again, worked with amazing people behind the scene, developed a friendship,
sadness.

It is a lie if I was to say that AIESEC gave me the utmost happiness. I was
disappointed with many things, I was sad, I was mad. But I forgot that it is a
part of being young. I wasn’t able to give my best and dedicate my life to
AIESEC. But I am thankful that AIESEC gave me friends.

I feel bad that I didn’t appreciate them when we were one in AIESEC because of
my own feeling. I thought that I was working my best all alone, not realizing
everyone has their own life.

This is it. I am finally saying goodbye to the deep emotion I have after I leave
AIESEC as I cut that bracelet.

Thank you for making my first year a wonderful experience.

Mar 01 2020


FOOTBALL AND EUFORIA

Please note that this article was written when I was in high school. I decided
to post them in this blog to share the stories of my life as a Rotary Youth
Exchange. Enjoy!

//////

Have you heard the word ‘football’?

I believe all of you had heard the word before, but is it same as we imagine it
in Indonesia?

No. You’re wrong. Salah besar.

Karena permainan bola kaki yang sebenarnya adalah sebuah bola berbentuk lonjong
yang diperebutkan dengan dilempar, gak ada cerita bola yang ditendang kesana
kesini kayak nyari alamat. Permainan ini disebut American Football.

Kalian harus paham betapa orang Amerika menyukai permainan ini, karena permainan
ini bisa sama hebohnya dengan piala dunia yang diadakan setiap lima tahun
sekali. Lah, segitunya?
Emang bener loh. For example, there will be 80% of the people from your city
will be there in school match.

Note. Catat. Pertandingan sekolah.

Aku sangat kaget ketika melihat deretan mobil di parkiran yang memenuhi
sepanjang Japan menuju football match, orang – orang yang meneriakkan grup
sekolah kesayangan mereka dan duduk di bangku khusus untuk pendukung yang sama.
Disini bahkan pemain bola ini lebih dengan pemain basket ala – ala kakak kelas
di Indonesia yang sering dibicarakan.

Anggota cheerleaders disekolahku bahkan bersorak keras meski menggunakan rok di
musim gugur yang dingin. Dan orangtua sampai usia lansia masih banyak yang
menonton dengan membawa selimut tebal (sepertiku) dan duduk tenang. Aku membeli
popcorn yang dijual di kantin lapangan football di kotaku, dan duduk dengan
selimut hangat yang kubawa dari rumah bersama keluarga angkatku. Dan aku tidak
berbohong dengan euforia orang Amerika, karena aku bisa melihat hampir semua
warga yang kukenal di kota ini ada di tempat ini. Bisa kalian bayangkan betapa
banyak uang yang mereka hasilkan untuk tiket hanya dalam waktu satu hari.
Bermain di tim kampus juga merupakan sebuah kebanggan dan sebagian tim yang
sukses dibayar dengan gaji yang cukup tinggi. Bayangin deh, kenalanku bela –
belain ke kota besar cuma untuk dukung Michigan State atau Go Green dalam
mengalahkan Michigan University atau Go Blue. Benar – benar mencengangkan.

Dan olahraga ini cuma dimainkan di Amerika. AMERIKA seorang.

Can you guess how crazy it is?

Well seperti yang kalian tau Amerika merupakan negara yang sangat bangga dengan
sesuatu yang mereka ciptakan. Mereka menggunakan Fahrenheit dibanding Celcius,
menggunakan inch dibanding meter dan memiliki American Football dibanding dengam
Football atau Soccer yang biasanya diagung – agungkan di negara lain. Amerika
juga menggunakan bahasa Inggris yang kadang berbeda, seperti kata rest
room dibandingkan dengan toilet or wash room.

Euforia ini akan berlangsung sepanjang musim panas sampai gugur, dimana
kompetisinya akan berlangsung dimana saja. Tim professional American Football
juga miliki big match yang sangat menegangkan bagi orang Amerika.

Salah satu yang terkenal adalah Super Bowl. Dimana penyanyi nasional akan
menyanyi sebagai penyambutan dengan penampilan yang luar biasa heboh dan iklan –
iklan aneh yang muncul disela – sela pertandingan. Setiap orang akan
membicarakan iklan paling aneh yang mereka tonton selama Super Bowl.

Orang – orang juga tidak menonton sendirian. Menurut mereka menonton football
sangat tidak seru ketika sendirian. Selama Super Bowl kami akan memasak satu
kuali besar untuk dibawa kerumah teman dan disana kita akan makan bersama dengan
makanan lainnya. Sebuah keselaran yang bagus, kan?

Penonton Football juga bukan cuma laki – laki loh. Ada banyak sekali perempuan
yang menyukai olahraga ini. Fyi, ibu angkatku akan memesan pertandingan
bola Packers setiap kali ia diluar atau sibuk, sehingga bisa dinonton ketika ia
pulang. Dan itu hukumnya wajib.

Dan Euforia seperti ini akan terjadi diseluruh keluarga. Untuk tips ya, bola
juga mendekatkanku dengan keluarga angkatku. Aku juga jadi suka Packers, tim
kesukaan keluarga angkatku. Dan karena ini juga adik angkatku jadi senang
denganku.

Sekarang kalian bisa membayangkan kan betapa cintanya orang Amerika akan
Football?

Agu 25 2019


TRAVERSE CITY CENTRAL HIGH SCHOOL

Please note that this article was written when I was in high school. I decided
to post them in this blog to share the stories of my life as a Rotary Youth
Exchange. Enjoy!

////////////

Traverse City Central High School atau yang biasa kami pangil Central. Sekolah
yang meskipun aku sudah di bangku kuliah, masih belum ada yang nandingin
besarnya.

One thing for sure, aku belajar banyak disini. As a person, as a student, as a
friend, as a good exchange student. Semua tugas dikerjakan secara professional,
kegiatan yang banyak, ide – ide fundraising yang berbeda. Bukan pelajaran
sekolahnya yang menjadi bobot penilaian, tapi esensinya.

Mereka bisa raising money sampai ratusan ribu dollar dengan semua ide yang
mereka punya. And they are high schooler. Cool, isn’t it?

Salah satu momen yang sangat aku suka di Central adalah kelas bahasa Perancis
dimana kami semua harus datang ke sebuah elementary school terdekat untuk
bercerita tentang dongeng dalam bahasa Perancis. Aku membawa cerita cerita si
Kura – Kura dan Kelinci. Mungkin karena cerita itu sering muncul atau karena aku
yang terlalu suka ide bahwa kura – kura itu bisa menandingi kancil yang cerdik,
aku membawakan cerita itu di depan anak – anak disana. And I love it. Aku suka
berinteraksi dengan mereka disaat aku sebenarnya sangat gugup dan pemalu. It
challenge me to give the best that I could, to be more confident. Apalagi anak –
anaknya lucu semua. Dan aku juga bisa mengenalkan budaya Indonesia dengan
mereka.

But honestly, I love Central. Aku menyukai kebiasaan siswa – siswa disana yang
lebih open, tepat waktu (like really, ketika bel bunyi mereka sudah merayap ke
dalam kelas), sistem nya juga. Kantinnya juga besar. Jika ditanyai kenapa aku
bisa naik sampai sepuluh kilo ketika berada disana, aku akan dengan mudah
menjawab karena kantin sekolahku. Well, kantin tidak seenak yang ada di
Indonesia. Tapi mereka semua segalanya. Aku tipikal yang suka makanan 4 sehat 5
sempurna. Jadi aku selalu mengambil susu, jus buah, buah, salad, snack dan main
menu yang ada di hari itu. Wajar aku mengembang banget, ya? Hehe.

Cara ijin ke kamar mandi juga salah satu yang membuat aku sampai sekarang tidak
habis pikir. Memang sih ada beberapa guru yang “normal” paling disuruh bawa
kertas atau semacamnya, tapi bayangin kalau kamu mau ke toilet sambil bawa pipa
atau kayu panjang. Apa mungkin supaya kita kelihatan ya jadi ijinnya gak lama –
lama?

Aku juga suka pulang sekolah dengan the legendary yellow bus yang tidak aku
mengerti kenapa harus ada di seluruh Amerika Serikat. Bus sekolah itu sebenarnya
bisa dibilang sama, bisa dibilang beda dengan yang ada di tv series. Karena aku
pernah naik tiga bus yang berbeda kali ya. Ada bus yang anaknya diam – diam aja,
dan aku lari – lari saat bel bunyi supaya duduk di depan. Atau ada yang berisik
banget sampai bus drivernya bisa berhentiin kita di tengah jalan untuk suruh
diam. Cuma kadang lucu gak sih, ketika kepala sekolah dan orang – orang yang
biasa kamu temui di sekolah memastikan semuanya naik bus dengan selamat,
berkordinasi dengan banyak pihak untuk mengantarkan siswa SMA masuk ke bus. They
really take care of the students well. Menurutku.

Satu hal lain yang aku suka dengan Central adalah semua fasilitasnya yang
lengkap, acaranya yang professional dan tata sekolahnya. I love to pass the
music room, dance room, sometimes come to gym room. Or every kinda room that we
could have in this school. How the theater was prepared. Or in fact that I could
walk over building A and see all this pictures, design, art, painting all over
the wall. Or joining some school event with just 3 dollar and you can have fun.

I love the fact I could have my lunch outside even if it’s cold. And everytime I
had my lunch in canteen, I could see my Indonesian flag over there along with
United States flag and flags all over the world. Bendera dari anak – anak
exchange dan siswa internasional di sekolah ini. Harus diakui anak exchange di
sekolah ini itu too much. Jika ditambah siswa internasional yang mostly dari
China dan siswa exchange tiga bulan, bisa sampai 80 orang foreign
student disini. Somehow it is good, but it is not. Karena kadang banyak orang
yang menyamakan persepsi mereka bahwa semua Asia itu sama dengan anak dari
China. Padahal budaya Indonesia itu sangat berbeda dengan budaya mereka.

School might be boring for some people, sometimes for me too. Apalagi ketika
kamu sudah stuck dengan semua tugas psikologi, bahasa inggris literasi dan
sebagainya. Tapi terkadang, bahkan ketika kamu gak bisa berteman dengan semua
orang atau memaksa mereka untuk menjadi teman kamu. Its still fun.

Walaupun aku gak bisa makan siang dengan sahabatku, Channet karena kita beda jam
makan siangnya. Kita masih bisa hangout pagi – pagi untuk sarapan. Lunch bisa
dipakai untuk bersosialisasi dengan orang baru. Dan selama kamu tidak memaksakan
kehendak untuk menjadi teman disaat mereka tidak ingin, aku rasa kamu akan
merasa seru – seru aja saat makan siang. Gak semua orang ramah, tapi gak semua
orang menyebalkan. One tips for you, sit with strangers.

Dan aku yakin siapapun akan relate bahwa sekolah adalah salah satu pemegang
kunci cerita remaja seseorang, entah itu baik atau buruk.

Kenangan saat aku harus ijin dari kelas, pergi ke salah satu ruang pengawas
untuk minta kunci, pergi wudhu dengan jinjit – jinjit sementara orang lain lihat
lalu masuk ke ruangan yang tidak dipakai dengan bayi – bayi didalamnya (biasanya
bayi mainan ini untuk praktik, bisa menangis dan harus ditenangkan seperti bayi
beneran) lalu setelah menjalankan ibadah balik ke kelas dan siap – siap
dilihatin semua temen padahal aku melakukannya setiap hari.

Kenangan saat aku mati – matian belajar novel klasik yang meskipun di
terjemahkan berkali – kali tetap gak nyambung dengan cerita yang sebenarnya.
Atau kenangan saat hari pertama ke sekolah, mendapatkan school ID, menjadi
manusia yang super awkward dan belajar banyak hal tentang budaya orang lain.

Sekolah adalah salah satu cara kamu bisa memastikan stereotype yang kamu ketahui
sebelumnya itu benar atau salah. Seberapa tahu kamu dengan orang lain. Bagaimana
kamu bisa menghandle situasi bertemu cowok yang semua pakaian sampai eyeliner
hitam tapi suaranya lembut dan baik banget, cewek yang pakai baju tidur
seperti pooh dari atas sampai kebawah (one piece) yang biasa dipakai saat winter
sampai hal – hal yang tidak boleh kamu lihat.

Aku pernah shock setengah mati karena disaat winter dan heater biasanya nyala
sedikit telat, aku menemukan teman – teman yang menggunakan crop top, celana
pendek dan boots heels setinggi gaban. Alamak banget coba.

Sementara aku memakai baju setebal mungkin tanpa bisa memikirkan fashion sama
sekali. Apalagi dengan berat badanku yang terus naik.

Honestly, sampai sekarang kadang kangen dengar pledge allegiance setiap mulai
kelas. Banyak loh siswa mereka sendiri malah duduk dan aku yang rajin banget
berdiri lol. Atau saat temenku yang sophormore kabur makan siang bareng aku
diluar sekolah padahal aturannya tidak begitu.

Setiap sekolah itu pasti berbeda, setiap orang akan mengalami pengalaman yang
berbeda karena sifat yang berbeda. Cara orang menanggapi kamu juga berbeda.
Apalagi budaya. Tell me too much of romantism, but I wasn’t two years ago. Tidak
disaat aku ada disana.

Traverse City Central High School mungkin cuma nama sekolah yang seluruh
masyarakat Traverse City tahu, atau beberapa penduduk Michigan lainnya yang
pernah tinggal, mampir atau tahu seseorang di sekolah ini. Tapi untuk seorang
aku, Central adalah salah satu bagian dari seorang Vanessa yang berkembang.

Agu 25 2019


HOW TO FIT IN

Please note that this article was written when I was in high school. I decided
to post them in this blog to share the stories of my life as a Rotary Youth
Exchange. Enjoy!

///////

Someone asked me about “How to Fit In” with my host family while I was there as
an exchange student. Sure, there is a lot of condition and you need to grasp
things right so you could blend well with the family.

I believe all exchangers will easily get close with their host parents because I
know all of exchange students are open minded, smart and friendly.

For your information, everyone have their own way to “fit in” and their own
definition. Whether they want to totally be one with the family, or just make
sure you won’t be awkward with them. The choice is yours.

1. First Impression

I think first impression that you gave to them and they gave to you will make a
huge impact for your relationship in the family. I tried to look neat and smile
all the time. I also hugged them and helping them around. Saying “Thank you” for
taking me from the airport and accept me as a part of family also will give them
impact. Your host parents would get a warm feeling and it will make it easier
for you to bound together.

First Impression bukan berarti kalian harus menjadi orang lain loh ya, first
impression yang diminta disini adalah kamu yang berenergi dan punya semangat
sebagai anak exchange. Sehingga orangtua angkat kamu juga akan berpikir positif
tentang kamu.

2. Be Honest about yourself.

In the first night or arrival, Rotary have this rule called “First Night
Questions” which is like questions you should ask to make you less awkward and
bound with your host parents.

In that night, I was trying to make sure they know me well.

A lot of people that I knew were trying to look like a nice person and ended up
act up.

For example, I told my host family for like the third time after all email that
I sent to them that I couldn’t eat pork, I need a place to pray, I love eating
and I like to play like a kid.

It isn’t necessary for you to tell them what you do or don’t like. It just you
should open up and tell the truth about myself.

Aku punya contohnya. Salah satu temanku disana yang juga anak pertukaran pelajar
benar – benar punya mindset ingin menjadi anak exchange yang teladan, well
ujungnya malah dia jadi bermasalah. Kenapa?

Karena dia mencoba untuk menjadi orang lain yang sebenarnya bukan dia. Padahal
itu adalah hal paling simple. Jadi temenku ini benar – benar gak bisa makan
sayuran, tapi dia berusaha keras untuk makan sayuran setiap hari dan parahnya
kebetulan orangtua angkatnya vegetarian. What a coincidence banget kan. Ya ujung
– ujungnya dia sakit, trus ngadu ke Rotarian (orang – orang Rotary) yang lain.
Dan akhirnya bermasalah sama orangtua angkatnya itu.

3. Treat your host family like yours

When you just get in one family, I’m sure you will feel strange, sometimes feel
left behind. This could help you so much.

In the beginning, it was hard for me to fit in because I was shy. I wasn’t open
and always stuck in my room or school if I don’t have anything to do.

In the end, I just realized how much I missed things around me.

It will take time for you to fit in well with your host family, but if you can
put more effort on it. You will fit in faster.

Your host family house isn’t someone else’s house. In the end, you should treat
the family as yours. I asked my host dad how’s his day, helping my host mom
clean the house, prepare breakfast and sometimes make them something. Even
though it isn’t that special. You need to treat them right.

Contohnya jika kamu di rumah orangyua kamu, kamu harus melapor kemana saja kamu
pergi, bukan? Thats what I did. Dan impact nya kerasa buatku. Mereka merasa aku
menghargai mereka dan aku juga dianggap seperti anak sendiri. Hal simple yang
buat mereka senang udah nge-host kamu.

And say little “thank you” and “sorry” won’t harm, right?

4. Make a little time for them

I’m very close to my host parents after stayed with them for a month. I always
wonder why, because some of friends said that they were awkward, they didn’t
know how to begin conversation with their host parents.

I think this is the most important tips that I give to all of you. Make little
time with your host will make you feel familiar with them, and if you do the 3th
and 4th tips properly, I feel like you will close to them more than anyone.

I always set schedule for a week so I would know how busy I will (well,
sometimes I just acted like busy person)

For example, I will spent three days for my host family, two days for myself and
two other days with rotarian and friends.
With my host family, I will just trying to behave nicely and stay outside my
room. Even though I have nothing to do. Sometimes I cook for them or just doing
small thing to make them feel like family.

I will spend one whole day to watch “The Voice”, with my host mom and we’ll talk
about herself, her life when she were young and I’ll tell her about my culture
and my problems. I’ll be like little child who need advice for mom or just
person to hear my stories. Or we’ll just go out and sing all the way to market
and put some loud music.

You know, when you spend sometime with them. You will know what they like and
dislike, what they feel and what they want from you. And you will similarity and
bound together.

—

Aku harap point – point diatas bisa membuat kalian memiliki gambaran tentang
“Fit in”.

Setiap orang pasti akan mengalami situasi yang berbeda, orangtua angkat yang
berbeda dan kultur yang berbeda. Jelas semuanya akan mempengaruhi cara kalian
untuk fit in.

Tapi aku yakin tips diatas akan membuat kalian dekat dengan orangtua angkat
kalian dan mengerti satu sama lain lebih dekat. Pada dasarnya, Fit In hanya soal
waktu kok. Dan sifat kalian. Jika kalian memiliki keinginan untuk Fit In dengan
keluarga kalian, itu akan berjalan mudah.

Jika kalian punya pertanyaan atau merasa kurang jelas dengan tips diatas. Boleh
komentar atau PM aku kok. Terima kasih

Agu 25 2019


HELLO, CENTRAL.

Please note that this article was written when I was in high school. I decided
to post them in this blog to share the stories of my life as a Rotary Youth
Exchange. Enjoy!

/////

Hello, Central. 

Traverse City Central High School atau yang biasa kami pangil Central. Sekolah
yang meskipun aku sudah di bangku kuliah, masih belum ada yang nandingin
besarnya. Semua yang ada disini seperti sekolah impian untuk sebagian orang. Gak
semua anak exchange mendapatkan privilege untuk masuk ke sekolah yang besar dan
terkenal, dan aku mendapat hal itu. I’m honored.

Bicara mengenai Central adalah sebuah roller coaster tersendiri untukku. Sekolah
yang memberikanku kesempatan untuk melihat lebih dekat bagaimana orang di
Amerika itu tinggal. Semua yang aneh – aneh. Teman yang menggunakan pijama
setiap hari ke sekolah, teman laki – laki yang menggunakan semua pakaian hitam
beserta eyeliner hitamnya, si pendiam yang sendirian atau orang sepertiku,
mengenakan headset kemanapun ia pergi.

Hari pertama aku ke sekolah adalah dua minggu sebelum sekolah dimulai. Aku ingat
banget rasa asing saat aku turun di Miliken Drive. Aku turun dan berjalan masuk
ke gedung yang berwarna cokelat dan berbentuk kotak – kotak. Setelah kamu masuk,
kamu bisa berjalan ke kiri dan menemukan ruang councelor. Aku harus menemui
councelor pertamaku, bersama Eva dan Greta, siswa exchange lainnya dan memilih
kelas selama satu semester.

Satu hal yang aku pikirkan dan pelajari saat memilih kelasku adalah bahwa
mungkin, ketika siswa di sekolahku dibiarkan memilih pelajaran yang spesifik.
Mereka bisa mengetahui apa yang mereka ingin lakukan dan menghindari pekerjaan
yang tidak ingin mereka miliki. Sekolah asliku di Indonesia dulunya jauh dari
kata terkenal dan bagus. Sekarang sih sudah cukup terkenal. Tapi dulu, banyak
orang merasa sekolah disini karena tidak mendapatkan sekolah bagus lainnya.
Banyak siswa datang dari keluarga menengah kebawah dan merasa tidak sanggup
untuk bermimpi. I’m not kidding. Ada banyak temanku yang akhirnya menjadi
karyawan pt. Tentu saja ada banyak yang berhasil menjadi mahasiswa, tapi tidak
semua orang mendapatkan privilege seperti itu, kan?

Jika saja siswa diajarkan ilmu yang lebih spesifik dan digunakan di kehidupan
sehari – hari, aku yakin teman – temanku bisa memiliki skill untuk digunakan
bersaing di dunia kerja.

Anyway, aku memilih pelajaran yang menyenangkan. French, karena aku ingin
belajar bahasa ini sejak dulu. Teater, tanpa alasan sebenarnya. Beberapa lainnya
dan tidak bisa kulupakan Algebra yang aku drop setelah dua minggu. Pelajaran
yang sudah kupelajari itu membosankan.

Cerita lainnya adalah loker. Aku menghabiskan waktu dua puluh menit untuk
membuka loker ku yang angkanya terlalu panjang dan dengan cara di putar – putar.
Membingungkan. Terlalu lama sampai salah satu petugas sekolah membantuku.
Sementara Greta dan Eva berhasil membuka punya mereka sendiri.

Kisahku belum dimulai sama sekali, jika boleh aku katakan. Kisah di sekolah ini,
dimana aku menjalani American dream yang semua orang selalu ceritakan.

 

 

One thing for sure, aku belajar banyak disini. As a person, as a student, as a
friend, as a good exchange student. Semua tugas dikerjakan secara professional,
kegiatan yang banyak, ide – ide fundraising yang berbeda. Bukan pelajaran
sekolahnya yang menjadi bobot penilaian, tapi esensinya.

Mereka bisa raising money sampai ratusan ribu dollar dengan semua ide yang
mereka punya. And they are high schooler. Cool, isn’t it?

Salah satu momen yang sangat aku suka di Central adalah kelas bahasa Perancis
dimana kami semua harus datang ke sebuah elementary school terdekat untuk
bercerita tentang dongeng dalam bahasa Perancis. Aku membawa cerita cerita si
Kura – Kura dan Kelinci. Mungkin karena cerita itu sering muncul atau karena aku
yang terlalu suka ide bahwa kura – kura itu bisa menandingi kancil yang cerdik,
aku membawakan cerita itu di depan anak – anak disana. And I love it. Aku suka
berinteraksi dengan mereka disaat aku sebenarnya sangat gugup dan pemalu. It
challenge me to give the best that I could, to be more confident. Apalagi anak –
anaknya lucu semua. Dan aku juga bisa mengenalkan budaya Indonesia dengan
mereka.

But honestly, I love Central. Aku menyukai kebiasaan siswa – siswa disana yang
lebih open, tepat waktu (like really, ketika bel bunyi mereka sudah merayap ke
dalam kelas), sistem nya juga. Kantinnya juga besar. Jika ditanyai kenapa aku
bisa naik sampai sepuluh kilo ketika berada disana, aku akan dengan mudah
menjawab karena kantin sekolahku. Well, kantin tidak seenak yang ada di
Indonesia. Tapi mereka semua segalanya. Aku tipikal yang suka makanan 4 sehat 5
sempurna. Jadi aku selalu mengambil susu, jus buah, buah, salad, snack dan main
menu yang ada di hari itu. Wajar aku mengembang banget, ya? Hehe.

Cara ijin ke kamar mandi juga salah satu yang membuat aku sampai sekarang tidak
habis pikir. Memang sih ada beberapa guru yang “normal” paling disuruh bawa
kertas atau semacamnya, tapi bayangin kalau kamu mau ke toilet sambil bawa pipa
atau kayu panjang. Apa mungkin supaya kita kelihatan ya jadi ijinnya gak lama –
lama?

Aku juga suka pulang sekolah dengan the legendary yellow bus yang tidak aku
mengerti kenapa harus ada di seluruh Amerika Serikat. Bus sekolah itu sebenarnya
bisa dibilang sama, bisa dibilang beda dengan yang ada di tv series. Karena aku
pernah naik tiga bus yang berbeda kali ya. Ada bus yang anaknya diam – diam aja,
dan aku lari – lari saat bel bunyi supaya duduk di depan. Atau ada yang berisik
banget sampai bus drivernya bisa berhentiin kita di tengah jalan untuk suruh
diam. Cuma kadang lucu gak sih, ketika kepala sekolah dan orang – orang yang
biasa kamu temui di sekolah memastikan semuanya naik bus dengan selamat,
berkordinasi dengan banyak pihak untuk mengantarkan siswa SMA masuk ke bus. They
really take care of the students well. Menurutku.

Satu hal lain yang aku suka dengan Central adalah semua fasilitasnya yang
lengkap, acaranya yang professional dan tata sekolahnya. I love to pass the
music room, dance room, sometimes come to gym room. Or every kinda room that we
could have in this school. How the theater was prepared. Or in fact that I could
walk over building A and see all this pictures, design, art, painting all over
the wall. Or joining some school event with just 3 dollar and you can have fun.

I love the fact I could have my lunch outside even if it’s cold. And everytime I
had my lunch in canteen, I could see my Indonesian flag over there along with
United States flag and flags all over the world. Bendera dari anak – anak
exchange dan siswa internasional di sekolah ini. Harus diakui anak exchange di
sekolah ini itu too much. Jika ditambah siswa internasional yang mostly dari
China dan siswa exchange tiga bulan, bisa sampai 80 orang foreign student
disini. Somehow it is good, but it is not. Karena kadang banyak orang yang
menyamakan persepsi mereka bahwa semua Asia itu sama dengan anak dari China.
Padahal budaya Indonesia itu sangat berbeda dengan budaya mereka.

School might be boring for some people, sometimes for me too. Apalagi ketika
kamu sudah stuck dengan semua tugas psikologi, bahasa inggris literasi dan
sebagainya. Tapi terkadang, bahkan ketika kamu gak bisa berteman dengan semua
orang atau memaksa mereka untuk menjadi teman kamu. Its still fun.

Walaupun aku gak bisa makan siang dengan sahabatku, Channet karena kita beda jam
makan siangnya. Kita masih bisa hangout pagi – pagi untuk sarapan. Lunch bisa
dipakai untuk bersosialisasi dengan orang baru. Dan selama kamu tidak memaksakan
kehendak untuk menjadi teman disaat mereka tidak ingin, aku rasa kamu akan
merasa seru – seru aja saat makan siang. Gak semua orang ramah, tapi gak semua
orang menyebalkan. One tips for you, sit with strangers.

Dan aku yakin siapapun akan relate bahwa sekolah adalah salah satu pemegang
kunci cerita remaja seseorang, entah itu baik atau buruk.

Kenangan saat aku harus ijin dari kelas, pergi ke salah satu ruang pengawas
untuk minta kunci, pergi wudhu dengan jinjit – jinjit sementara orang lain lihat
lalu masuk ke ruangan yang tidak dipakai dengan bayi – bayi didalamnya (biasanya
bayi mainan ini untuk praktik, bisa menangis dan harus ditenangkan seperti bayi
beneran) lalu setelah menjalankan ibadah balik ke kelas dan siap – siap
dilihatin semua temen padahal aku melakukannya setiap hari.

Kenangan saat aku mati – matian belajar novel klasik yang meskipun di
terjemahkan berkali – kali tetap gak nyambung dengan cerita yang sebenarnya.
Atau kenangan saat hari pertama ke sekolah, mendapatkan school ID, menjadi
manusia yang super awkward dan belajar banyak hal tentang budaya orang lain.

Sekolah adalah salah satu cara kamu bisa memastikan stereotype yang kamu ketahui
sebelumnya itu benar atau salah. Seberapa tahu kamu dengan orang lain. Bagaimana
kamu bisa menghandle situasi bertemu cowok yang semua pakaian sampai eyeliner
hitam tapi suaranya lembut dan baik banget, cewek yang pakai baju tidur seperti
pooh dari atas sampai kebawah (one piece) yang biasa dipakai saat winter sampai
hal – hal yang tidak boleh kamu lihat.

Aku pernah shock setengah mati karena disaat winter dan heater biasanya nyala
sedikit telat, aku menemukan teman – teman yang menggunakan crop top, celana
pendek dan boots heels setinggi gaban. Alamak banget coba.

Sementara aku memakai baju setebal mungkin tanpa bisa memikirkan fashion sama
sekali. Apalagi dengan berat badanku yang terus naik.

Honestly, sampai sekarang kadang kangen dengar pledge allegiance setiap mulai
kelas. Banyak loh siswa mereka sendiri malah duduk dan aku yang rajin banget
berdiri lol. Atau saat temenku yang sophormore kabur makan siang bareng aku
diluar sekolah padahal aturannya tidak begitu.

Setiap sekolah itu pasti berbeda, setiap orang akan mengalami pengalaman yang
berbeda karena sifat yang berbeda. Cara orang menanggapi kamu juga berbeda.
Apalagi budaya. Tell me too much of romantism, but I wasn’t two years ago. Tidak
disaat aku ada disana.

Traverse City Central High School mungkin cuma nama sekolah yang seluruh
masyarakat Traverse City tahu, atau beberapa penduduk Michigan lainnya yang
pernah tinggal, mampir atau tahu seseorang di sekolah ini. Tapi untuk seorang
aku, Central adalah salah satu bagian dari seorang Vanessa yang berkembang.

 

Agu 25 2019


I AM INDONESIA

Please note that this article was written when I was in high school. I decided
to post them in this blog to share the stories of my life as a Rotary Youth
Exchange. Enjoy!

///////////////////////////

Aku, Indonesia.

Salah satu kewajiban kamu ketika sampai ke negara lain, apalagi untuk waktu yang
lama seperti exchange, kamu harus melapor pada kedutaan Indonesia. Aku sendiri
diberi tahu oleh teman sesama exchangers yang sudah sampai terlebih dahulu.

Ketika aku melaporkan diri sebagai warga Indonesia di Amerika Serikat, ada
sebuah pernyataan yang membuat aku berpikir lama dan memutuskan untuk menulis
bagian ini.

Bahwa aku adalah warga Indonesia yang harus menjaga martabat dan nama baik
negaranya. Bahwa aku adalah sebuah representasi dari negara Indonesia.

Sebagai remaja pada umumnya, awalnya aku tidak punya pemikiran yang sedalam itu
dalam membawa diri sebagai warga Indonesia. Aku tahu posisiku sebagai siswa
pertukaran pelajar dari Indonesia yang membawa nama baik Indonesia, tapi
kemudian aku sadar, ada sebuah tanggung jawab yang kita pikul dalam hal ini.

Aku punya tanggung jawab sebagai duta negaraku untuk menunjukkan sisi lain dari
Indonesia. Satu sisi, aku sangat bangga dengan hal itu. Kamu mungkin akan
berpikir ini aneh, tapi ada kebanggan ketika lagu Indonesia Raya dinyanyikan
atau melihat bendera negaramu di negara lain. Ada sebuah dorongan yang membuat
aku berpikir, bahwa aku harus membuat orang mengingat aku sebagai Indonesia.
Setiap kali orang mengingat negaraku, mereka akan mengingat namaku.

Batik Day

Hari Batik Nasional adalah salah satu hari dimana aku merasa sangat “Indonesia”.
Kalau di ingat – ingat, hampir semua instagram anak exchange lainnya membuat
postingan menggunakan batik atau pergi sekolah dengan batik. Sebuah fenomena
yang jika kamu di Indonesia mungkin rasanya tidak akan sama.

Aku memakai satu – satunya baju batik yang aku bawa ke sekolah. Eits, tapi
tenang. Strategi dalam mengenalkan Indonesia tiba – tiba muncul di kepalaku.
Kebetulan aku membawa banyak banget gantungan kunci batik. Dari yang bentuknya
kayu sampai kain. Alhasil, aku bagiin deh di kelas sama guru dan teman – teman.
Awalnya sih aku ngerasa kayak, ah gantungan kunci doang, mereka suka gak ya.
Tapi ternyata guruku malah umumin di depan kelas dan semua orang excited. Mereka
tanya arti dari batik itu apa dan bagaimana membuatnya. Pokoknya kehebohan yang
haqiqi.

Ada juga Billy, salah satu siswa pertukaran pelajar terpilih (dia akhirnya
berangkat ke Finland) yang sangat excited sampai nyari di youtube bagaimana cara
membuat batik di depanku. Aku gak bisa merasa lebih bangga lagi!

Country Fare

Ada cerita lain lagi nih. Rotary di distrik kita mengadakan Country Fare saat
salah satu conference di Camp Kettunen, Tustin, Michigan. Tempat legendaris bagi
semua siswa pertukaran pelajar D6290. Anyway, disini kita harus mengenalkan
negara kita kepada orang – orang, termain calon anak exchange yang mau berangkat
(kita sebutnya outbound) seperti Billy.

Tujuannya adalah untuk mengenalkan keindahan Indonesia dan keuntungan menjadi
siswa pertukaran pelajar di Indonesia. Aku melakukannya dengan Dhea. Behind the
story-nya nih, kita itu prepare banyak banget. Dhea sampai nginep di rumahku
sebelum conference. Aku ngeluarin semua foto Indonesia yang aku cetak di Batam
dan kotak sepatu untuk membuat bahan presentasi. Kebetulan aku juga bawa wayang
– wayangan, bendera dan hal – hal kecil lain yang mengingatkan kita terhadap
Indonesia. Termasuk teh bendera! Uhlala.

Mbak Dhea juga bawa semua batiknya. Dan in fact, walaupun aku bawa kebaya,
kebaya ku itu terlalu uhlala banget karena payet – payetan. Akhirnya Mbak Dhea
yang bawa dua kebaya minjemin satu ke aku. Kita jadi couple gitu deh merah dan
putih.

Pokoknya kita gunain banyak strategi. Kita sampai nyanyiin lagu Indonesia Raya
saat talent show. Walaupun pada akhirnya kita sadar yang paling semangat itu ya
cuma kita. Yang lain itu benar – benar calm dan santai. Kita aja yang hebring
sana sini nunjukkin peta. Tapi ya, sekali lagi, mungkin kalian merasa itu gak
terlalu penting tapi menurutku dengan menunjukkan kebanggaan kamu terhadap
Indonesia akan menjadi memori yang selalu kamu ingat. Bahwa kamu melakukannya
dengan baik.

Memang sih ada yang bilang gini, “Sometimes, your existancy will be the best way
to present yourself”. Eksistensi aku sebagai seorang siswa pertukaran pelajar
disini, berbicara dengan banyak orang, berinteraksi, bertemu dan menghabiskan
waktu dengan mereka adalah cara terbaik untuk membuat mereka ingat dengan kamu.
Cuma, melakukan sesuatu yang one of a kind dan jarang dilakukan juga gak salah
kan.

Memasak adalah contoh lain, hal simple yang membuat orang lain ingat dengan
kamu.

Ada juga masa dimana guru membiarkan aku meninggalkan kelas saat waktu solat
atau saat orangtua angkatku mengambil foto dengan aku mengenakan batik. Setiap
hari, aku menunjukkan kepada banyak orang bahwa aku adalah orang Indonesia.

Terkadang, hal kecil akan lebih bermakna, kan?

Agu 25 2019


NIAGARA FALL – TEMPAT UNTUK JATUH CINTA

Niagara Fall,  a place to fall in love.

Biasanya nih ketika kamu pergi exchange ke luar negeri, keluarga yang nge-host
kamu pasti bakalan ngajak kamu jalan – jalan. Entah itu dekat ataupun jauh. Host
family kedua ku mengajak aku pergi ke Niagara Fall di Kanada. Yap, Air terjun
Niagara yang dulu jadi salah satu dari keajaiban dunia.

Perjalanan kita panjang banget deh menuju kesini. Awalnya kita itu pergi ke
daerah Flint. disana kita menginap dengan ayahnya host mom. Disana aku juga
memiliki pengalaman seru.

Banyak dari kalian mungkin tidak tahu, ada sungai bernama Flint didaerah Flint
itu sendiri. Dulunya air dari Flint River digunakan untuk air minum disini. Tapi
beberapa waktu terakhir, air Flint menjadi sangat kotor dan penuh bakteri. Ada
beberapa masalah pada sistem filtrasi-nya dan juga pastinya dari masyarakat.

Aku sih mendengar hal ini di kelas Environmental Science disekolah. Aku sendiri
melihat langsung air Flint itu dan memang sangat tidak bagus untuk dikonsumsi
menurutku. Tapi nih ayah dari host mom ku sendiri cerita kalau walikota disana
sudah mencoba mengkonsumsi air Flint dan baik – baik saja, juga meminta warganya
tidak khawatir.

Wah, ribet juga ya.

Tapi ya aku sendiri gak bisa ikut campur sih, mungkin air itu memang bisa
dikonsumsi setelah beberapa lama di filtrasi. Mungkin air itu bisa dikonsumsi
suatu saat nanti.

Yang jadi permasalahan sendiri adalah masyarakat menjadi kekurangan air bersih
dan selalu membeli air mineral yang harganya mahal. Masalah kesehatan warga juga
jadi taruhannya.

Tapi sekali lagi sih aku gak bisa komentar banyak. Yang jelas, perjalanan ku ke
Flint mengantarkanku belajar sisi lain dari Amerika.

Malamnya, aku tiba – tiba mendapat ide untuk mencari restoran Indonesia di
daerah sini. Secara tempat ini kan kota besar, seharusnya sih ada masakan
Indonesia dong, pikirku. Memang sih beberapa waktu yang lalu aku sempat nanya
sama host mom ku tapi dia bilang dia tidak menemukan restoran yang dekat dengan
daerah ini.

Tapi karna aku anaknya iseng juga, alhasil aku sibuk searching dan Voila, aku
ketemu deh. Aku langsung bilang ke host mom ku dan dia terdiam selama tiga
detik.

What happening?

Faktanya adalah dia ternyata sudah tau ada Bali restoran di sekitar itu dan
memang merahasiakannya dariku. Katanya sih sebagai surprise, haha. Jadi ngerasa
gak enak hati karna aku menggagalkan rencananya. Kayaknya rasa penasaranku harus
dikurangi deh. Tapi dia juga akhirnya ketawa – ketawa aja dan menunjukkan
website restorannya, ada banyak menu Indonesia yang menggugah selera. Jadilah
aku menjelaskan menu yang ada satu per satu.

Setidaknya aku gak buruk – buruk banget kan?

Hari berikutnya,

Aku dan keluarga angkatku pergi menuju salah satu Farm Market terbesar di sebuah
daerah dekat dengan Flint. Aku excited banget karna jarang – jarang pergi ke
Farm Market, apalagi Farm Marketnya lebih besar dari yang biasa aku kunjungi
sebelumnya.

Dan benar saja, begitu sampai disana, ada banyak banget makanan yang menggoda
iman dan selera. Perlu di note nih, Farm Market memang biasanya menjual hasil
produk peternakan dan perkebunan di daerah itu, tapi di tempat – tempat besar
biasanya menjual banyak makanan juga, seperti pasar di Indonesia.

Aku yang kalap saat itu sejujurnya langsung membeli beberapa cake lucu, macaron,
sushi, minuman dan berbagai macam lainnya. Yes, my host mom was literally freak
out to see how much I eat lol.

Trus kita juga sempat mampir ke store yang menjual buku, aku membeli beberapa
post card dan host sister ku membeli serangga kering. Krik krik.

Aku tau banget nih pasti Issa, panggilan untuk host sister ku benar – benar up
to something. Dan benar saja, dia buat challenge untuk aku, mamanya dan dia
untuk memakan serangga kering dan siapa yang bisa memberi poker face walaupun
rasanya gak enak.

Lol banget kan?

Tapi host mom ku kedua yang sangat gaul tentu saja sangat oke dengan hal itu.
Dan aku gagal mempertahankan poker face, bayangin aja rasanya serangga gak
karuan gitu. In the end, no one of us able to do it well. But at least we got
some fun, right?

Sore.

Perjalanan menuju restoran Indonesia pun dimulai. Host mom ku cerita bahwa kita
akan bertemu dengan pasangannya disana. Aku sih hanya mengiyakan.

Kami mencari alamat menggunakan Google Maps, ada masalah baru lagi nih karena
katanya kita sudah tiba di restoran itu tapi tidak melihat apapun.

Wah bahaya besar telah hadir di depan mata. Masa harapan untuk makan masakan
Indonesia jadi berakhir sia – sia. Hampir – hampir putus asa untung aja host mom
ku masih dengan semangat 45 mencari restoran itu. Setelah bertanya sana dan sini
akhirnya kita baru sadar bahwa restoran itu masih ada, tapi berada di seberang
alamat yang diberikan Google Map. Huft untunglah.

Akhirnya setelah berbulan – bulan tidak bisa menikmati makanan Indonesia. Aku
bisa edisi makan bakwan, rendang, sate, soto dan lain – lain. Well porsi makanku
memang sudah tidak bisa ditanyain lagi. Memang sih rasanya tidak sama dengan
masakan rumah yang rata – rata Padang style. But still Indonesian food taste
best.

Pemiliknya juga ternyata merupakan orang Indonesia yang menikah dengan orang
sana dan hidup disana bertahun – tahun. Wah seneng banget rasanya. Orangnya juga
ramah dan menasehatiku macam – macam.

“Jadilah anak soleha yang bisa membanggakan bumi pertiwi ketika kembali ke
Indonesia”

Itulah pesannya yang akan aku kenang selamanya. Terimakasih ibu!

Niagara Fall.

Setelah edisi menikmati makanan Indonesia dan lain – lainnya. Kami akhirnya
memulai perjalanan yang sangat – amat panjang menuju Niagara Fall. Kami pergi
melewati kota Detroit hingga sampai selamat di Niagara Fall.

It wasn’t smooth journey guys. But worth it!

Nyatanya walaupun harus berada di mobil berjam – jam dan menghabiskan waktu di
jalan, kami menikmati waktu seru dengan bermain game and getting to know each
other better. Love it! I can’t describe how fun it was.

Sampai di Niagara Fall, hari sudah sangat siang menjelang sore. Kami segera
check – in, mengeluarkan makanan yang berada di mobil termasuk makanan Indonesia
yang kami jadikan bekal karna kebanyakan tadi dan segera capcus.

Kami pergi lagi ke USA setelah itu. Nah loh!

Jadi hostmom ku meminta kami menyiapkan paspor masing – masing dan menuju
Niagara Fall di bagian Amerikanya alias di kota New York. It wasn’t like you
imagine people. Still same like Canada, I wasn’t in New York City.

Kami sih awalnya ke daerah itu karena berpikir Air Terjun-nya akan lebih bagus,
tapi nyatanya standar – standar aja sih. So after we walked around for awhile,
we decided to go back to the hotel.

Dan emang dasarnya punya host parents yang suka travelling dan fotografi,
harapan untuk istirahat gugur sudah digantikan dengan berjalan menuju downtown
Niagara Fall-nya malam itu. First schedule yang kita lakukan di downtown adalah
mencari makanan. Famish won’t make any good trip, you know.

Kita menemukan salah satu restaurant dengan sejuta menu – menu yang isinya
burger (yes guys, talk about stereotype of US or Canada food, I found
it). Bedanya sama restaurant – restaurant di Michigan sih menurutku adalah
pilihannya yang banyak, namanya yang lucu dan katanya sih daging asli fresh dari
Kanada.

Setelah puas mengenyangkan perut dengan burger yang bahkan tak kumengerti
menu-nya saking banyaknya, kami memutuskan berjalan sekeliling downtown. Kita
pergi ke beberapa museum seperti museum lilin (bukan museum yang biasa di berita
– berita yang keren itu loh) dan beberapa cute store. Kita juga sempat muter
didaerah yang menurutku bisa dibilang pasar malam karena banyak banget hal – hal
ala pasar malam disana, ada rumah terbalik, ghost house (dan kita sempat masuk
loh kedalamnya) dan hal – hal lain yang gak bisa ditemukan di Indonesia.
Seandainya aku memiliki kualitas handphone yang mumpuni saat itu, walaupun
nyatanya handphone ku adalah kamera special untuk memotret kak dhea, sayangnya
tidak bisa terlalu bekerja sama dengan cahaya. The last, they have Ferris Wheel
yang ukurannya sangat besar. So much bigger dari yang bisa ditemukan di pasar
malam.

Seperti seorang anak – anak yang menemukan permen kesukaannya, aku meloncatkan
mata melihatnya, sekaligus memberikan kode pada host mom, pacarnya dan host
sisterku. Dan setelah menangkap kodeku itu, mereka segera membeli tiket dan kita
masuk ke dalam.

I know everyone has been in Ferris Wheel, at Night Market, Amusement Park or
everything else. But I feel so much like a child with their family, take my
first step to see the world, looking those stars in the dark sky, those light
all around me and the fall that never stop.

Ferris Wheel di Niagara Fall itu memiliki kenangan tersendiri untukku. I know I
make some romantic sentences, but really, it feels like I was part of the
family.

Agu 25 2019


VERY FIRST STEP OF MY EXCHANGE

Please note that this article was written when I was in high school. I decided
to post them in this blog to share the stories of my life as a Rotary Youth
Exchange. Enjoy!

/////////////////////

Very First Step of My Exchange

“This is what I want to do, and I have no regret,”

Semua orang punya cerita mereka sendiri. Ada orang yang sering pergi ke luar
negeri dan merasa biasa saja, ada yang merasa gugup sampai tidak tahu harus
melakukan apa, ada orang yang sudah sering ke luar negeri tapi merasa gugup luar
biasa dan ada orang yang sangat bersemangat seperti aku.

Bersemangat sekali adalah gambaran yang bisa diberikan untukku sejak pertama
kali selesai orientasi. Tinggal di Amerika Serikat adalah salah satu impianku
yang terlalu penasaran dengan bagaimana orang lain hidup.

Aku yakin itu akan berbeda.

Satu hal yang selalu aku syukuri adalah orangtua ku yang selalu mendukung apapun
yang aku lakukan. Tidak memarahiku ketika memilih IPS dibandingkan IPA, tidak
memarahiku karena menulis sampai pagi dan mendorongku untuk setiap langkah yang
ingin aku kejar. Bukan sebuah keputusan yang semudah itu aku pergi pertukaran
pelajar.

Mami, begitu aku menyebut Ibuku mungkin tidak pernah membahas hal lain selain
apa yang harus aku siapkan untuk berangkat saat itu, tapi aku punya ketakutan
besar. Apakah aku bisa berangkat atau tidak, apakah aku diterima atau tidak,
apakah orangtuaku akan mendukungku terus atau tidak.

Aku sangat bersyukur memiliki orangtua yang memberikan fasilitas untukku
mengeksplorasi apa yang aku bisa capai dan memberikan restu yang sedalam –
dalamnya.

Dengan kedua hal itu, aku bisa berangkat dengan perasaan gembira.

*

Menjelang hari keberangkatan, semua barang sudah berada di dalam koper – koper
kosong yang kemudian terisi penuh. Jangan tanyakan aku bagaimana Mami yang sudah
repot mengisinya satu bulan sebelum aku berangkat. Saat itu aku bertanya –
tanya, apa Mami beneran senang anak sulungnya pergi jauh dari rumah supaya gak
ada yang bikin khawatir lagi ya?

Saking penasarannya aku!

Tapi ya seluruh keluarga sebenarnya excited. Aku sempat berkomunikasi dengan
orangtua angkat pertamaku di Traverse City sebelumnya dan semua orang sudah
heboh dirumah. Katanya aku akan mendapatkan orangtua yang menyenangkan.

Feeling bakalan kangen sama orangtua? Hmm sepertinya enggak deh. Aku malah
dengan senangnya menghitung hari untuk bisa meninggalkan Indonesia.

Mengucapkan selamat tinggal pada guru, teman sekolah, sahabat, saudara bahkan
tetangga. Rasanya seperti tanah Indonesia sudah tak lagi kupijaki, pikiranku
sudah berada di Traverse City, tempat dimana aku akan berada.

I’m going!

*

*Perjalanan pun dimulai. Pesawat yang aku tumpangi memiliki rute Batam – Kuala
Lumpur, Malaysia – Doha, Qatar – Chicago – Traverse City.

Quite long journey, huh?

Dari Batam sendiri aku didampingi oleh Mami. Di Malaysia, aku menjemput Dhea,
salah satu siswa pertukaran pelajar yang memiliki rute yang sama denganku.

Kita sendiri menghabiskan waktu bersenang – senang di Malaysia selama satu hari.

Sebelum perjalananku yang sebenarnya dimulai, Abi ku menyusul malam sebelumnya
untuk mengantarku. I didn’t ask him but I think he don’t want to let me go hehe.

I leave them with happiness. No sad, no cry, no goodbye. Only see you again. 

*

Setelah transit di Doha, aku mengambil beberapa foto sebagai kenangan dan
melanjutkan perjalanan ke Chicago.

Ada satu episode menarik yang terjadi didalam pesawat menuju Chicago. Saat itu
aku dan Dhea duduk di bangku bersampingan dengan seorang Laki – laki. Dia
terlihat sangat baik.

Setelah perjalanan cukup panjang, kita jadi mengobrol karna bosan. Ternyata
lelaki ini merupakan orang India yang mendapat beasiswa S2 di Chicago. Sangat
menarik.

Dia sendiri memuji keberanian kita untuk pergi meninggalkan Indonesia (padahal
kita seneng banget wkwk) dan banyak memberi masukan.

Aku sendiri sangat terinspirasi dengan dia. Awalnya sih karna bahasa Inggrisnya
yang tidak memiliki aksen sama sekali. Tapi ternyata dia juga memiliki kisah
hidup yang panjang yang biarlah jadi cerita diantara kami.

Dia bilang, “You should study, so people here would want you, instead of you
want them to take you” yang maksudnya sendiri adalah dengan belajar, orang –
orang yang akan datang ke kita. Seperti dia yang mendapat beasiswa full.

That day I learned that there is always something you could get from a stranger
on a plane.

*

Sesampainya di Chicago. Suasana sangat padat. Hectic banget. Kita mengantri di
barisan menunggu paspor kita untuk di cek.

Rasanya berada di negara lain, dengan orang – orang baru disekelilingmu. Susah
dijelasin dengan kata – kata. Dan euforia itu sendiri masih ada hingga saat ini.

Sayangnya karna kepadatan tadi, aku ketinggalan pesawat.

Be prepare guys! Jangan khawatir.

Aku langsung menuju ke pihak airline nya dan jadwal pesawatku dipindahkan dalam
beberapa jam. Aku memilih langsung menghubungi hostfamily ku melalui Email.
Seperti kata mami “Tanggap pada situasi dan tenang akan memberi jalan menuju
keputusan yang tepat”. I’m glad that I made it.

*

Setelah menunggu beberapa jam, aku akhirnya berangkat menuju Traverse City. Wah,
perasaanku seperti meledak – ledak. Gak sabar untuk ketemu dengan orang – orang
baru.

Perjalanan itu membutuhkan waktu satu jam dan aku tiba di Traverse City tepat
sekitar jam 11 malam. Pokoknya feelingku benar – benar bercampur aduk. Aku mikir
malah tidak ada satupun yang akan datang menjemputku selain hostfam pertamaku
tentunya.

But guess what, I am wrong.

Aku dijemput oleh keluarga host family pertamaku, Michael, Jessica & Nick, lalu
juga konselour ku dan suaminya, Laverna & Michael, dua siswa exchange lainnya
yang tinggal didaerahku, Eva & Greta, Keluarga Host Family dari Eva, serta
beberapa orang rotarian lainnya.

Dan katanya sih awalnya lebih banyak lagi namun sudah banyak yang pulang. Aku
terhura guys, hehe. Menurutku sangat berkesan banget orang – orang yang akan
menjadi bagian penting di hidupku ini datang menjemputku. Semua rasa nervous
hilang sudah, terlalu sibuk untuk menyapa dan berkenalan satu sama lain.
Walaupun hari itu, sebenarnya, aku bahkan gak ingat siapa saja nama orangnya
selain host family ku.

But again, it is just the first step of my exchange. And I’m so lucky that
everyone supports me at the same time.

Agu 25 2019


NAVIGASI POS

1 2 3 … 5 Pos yang lebih lama


GOODREADS


GOODREADS: READ

7 Keajaiban Rezeki
by Ippho Santosa
Indonesia Mengajar
by Pengajar Muda
Wuthering Heights
by Emily Brontë
Jane Eyre
by Charlotte Brontë

The Architecture of Love
by Ika Natassa
Novel ini adalah novel kesekian yang saya baca dari Kak Ika Natassa. A little
bit different from Antologi Rasa and Divortiare, or even A Very Yuppy Wedding.
Buku ini bercerita bagaimana cinta itu bisa menyakiti kita, karena kita hanya
bi...

Share book reviews and ratings with Vanessa, and even join a book club on
Goodreads.


TAG

18 2016 aiesec Bangga blog CERPEN Curhat d3410 D6290 Day Diary Eighteen Exchange
Experience frankenmuth Friend HeartSignal HeartSignalS2 Indonesia intersections
Leadership lebaran Life Lifeleadership Love Michigan Orientation Pengalaman
Personal program project Rotary Sharing Snow Story Student Study Travel traverse
city USA Vanessa Wattpad Winter Youth
A Flat Journey, Buat Blog di WordPress.com.

 * Ikuti Mengikuti
    * A Flat Journey
      Daftarkan saya
    * Sudah punya akun WordPress.com? Login sekarang.

 *  * A Flat Journey
    * Sesuaikan
    * Ikuti Mengikuti
    * Daftar
    * Masuk
    * Laporkan isi ini
    * Lihat situs dalam Pembaca
    * Kelola langganan
    * Ciutkan bilah ini

 

Memuat Komentar...

 

Tulis Komentar...
Surel (Wajib) Nama (Wajib) Situs web

Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan
situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini:
Kebijakan Cookie